Karena Aku Mulai Mengerti


S
etiap detik yang aku ketahui  dan setiap detik atas apa yang tak kuketahui adalah bagian dari hidupku, bahkan hal yang begitu suram dan tak bernaung indah nan sunyi juga bagian dari hidupku. Kian hari aku kian tumbuh besar, tumbuh dengan segala kekurangan dan kelebihanku. Terkadang aku sulit tuk melihat sesuatu dari sudut pandang yang tak pernah kujamah. Sekonyong-konyong aku berusaha, sangat sulit buatku merasakan itu.
Terkadang bukan keluh kesah yang tidak kuungkap, karena aku lelah dengan kehidupan ini. Sesuatu yang mendorongku ke depan tepi jurang yang tak berdasar, berlika-liku gejolak kehidupan asa didalamnya yang membeku. Aku tak pernah berpikir sejauh batas angkasa seluas samudra yang membentang. Yang menenggelamkan aku didasar samudra, terkubut bersama Atlantis. Terombak di segitiga pemuda, sendiri. Sendiri aku mengalami semua ini.
Aku menulis semua ini dengan penuh makna, penuh kata kias yang mungkin aku sendiri tak paham atas apa yang kutulis. Malam ini, tak ada sinar bulan yang syahdu yang menemani malamku. Malam yang selalu membuatku merasa sejuk karena rahmad-Nya. Benar-benar bimbang saat aku duduk dikegelapan malam, yang menyelubungi dengan selimut tebal awan. Tetap sendiri.
Aku selalu ingin bercerita, berbagi agan yang kudapat. Namun, aku tak bisa. Aku sadar, bukan hanya aku yang mempunyai masalah. Bukan hanya aku yang ingin berbagi. Mendamba kasih dari seorang sahabat. Mengalir lembut bak kain sutra yang membelai. Tapi semua itu hanya bualan saja. Aku kesepian, kesepian dimalam yang sunyi senyap ini. Tak ada kata yang dapat merangkai makna yang paling dalam. Karena terkadang yang tak terucap adalah hal yang penting. Hal yang lebih penting dari apa yang berarti berat tapi berisi mungil dan ringan.
Aku menorehkan setetes demi setetes tinta hitam diselembar kertas putih ini. Yang tadinya kosong perlahan menjadi terisi dengan tulisan. Aku ingin menantang cita yang tertinggi tapi hal yang terjatuh yang kukenang, mendaki gunung tertinggi kesulitan, menatap bulan hingga aku tak sanggup. Karena aku sendirian. Jauh dari sahabatku, jauh dari keluarga yang aku sayang. Bahkan bulan yang selalu menemaniku enggan menampakkan keindahannya untukku.
Dan ketika aku pergi, aku benar-benar akan terjatuh dalam jurang tak bertuan.
Karena aku tak mau semua itu terjadi, aku akan bangkit. Dan bila ku terjatuh lagi akan terus bangkit. Bahkan sampai aku tak sanggup untuk bangkit, aku akan terus berusaha sampai aku mampu. Karena aku mulai mengerti arti kehidupan tanpa orang terkasih.
Karena kehidupan mempunyai seni lika-liku yang penuh makna. Bahkan dalam tusukannya terselip penantian untuk memahami didalam diri. Bisa namun perlahan untuk mengerti, mengerti untuk menjadi lebih baik. Memperjuangkan apa yang harus dilakukan, tak membual bahkan untuk sejenak, dan tidak mengambil apa yang tidak boleh kita sentuh.
Aku berusaha untuk tidak mengeluh, mengeluh untuk sesuatu yang pedih mengiris hati. Bahkan yang tak terpikirkan olehku. Aku tidak berharap lebih saat sesuatu yang indah pergi dari hidupku. Untuk sesaat saja biar aku melukis angan disetiap baris jemarinya.memeluk erat bayang yang begitu senyap yang membawaku kedalam kesengsaraan yang tak bisa kuhadapi.
Aku harap menjadi berharga bukan berarti harus mahal atau berprestasi, namun dengan penuh arti dalam memaknai hal sekecil apapun. Melakukan setiap amalan dengan penuh tanggung jawab dan keikhlasan yang terdapat pada unsur-unsur dalam hati yang menyejukkan.
Dengan senyuman aku bangkit dari tempatku dan berkata dengan tulus,
“Hai, kawan”.
Walau aku tahu, bicara itu semudah membalik telapak tangan. Menulis itu haya membutuhkan ilham dan imajinasi. Namun untuk dapat mewujudkan sesuatu yang kita ucap dan damba mempunyai keyakinan yang kuat dan usaha yang tak boleh bermain.
Aku mengenang masa dimana hal itu mulai melantun dan membalut duniaku. Dunia yang beranjak dewasa, seakan irama musik classic yang perlanan memuntahkan suarnya yang merdu. Hari itu terjadi dimana halayak seorang sahabat terikat dengan masalah. Masalah yang paling rumit adalah salah paham saat itu. Hal terberat yang aku tak sanggup untuk berdiam diri.
“Apa masalahmu?! Biarkan aku sendiri, aku enggk mau dengerin pejelasanmu yang gak jelas itu.”
Hal yang sama selalu ia katakan saat aku mencoba bicara dengannya.
Namanya adalah Ikha, dia gadis yang baik untuk bersahabat. Saat itu adalah saat tersulit bagi kami, saat kami belum mengerti benar apa arti sahabat dalam kehidupan ini.
Lambat laun, tahun silih berganti. Berganti untuk bergegas beranjak meninggalkan cerita yang terburu lapuk itu. Meninggalkan kenangan yang kami lalui bersama.
Satu lagi yang aku dapat dari setiap rasa itu, masalah, dan perbuatan. Karena ceritaku tak pernah selesai sampai disini. Namun aku tak akan membiarkan cerita ini mengambang dengan seiringnya waktu bergulir.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Pageviews

Time

Buku Tamu

Doctor Who Seal of Rassilon