Tiga Serangkai NOAH

A
ku ingat saat itu, saat saat SMA memang paling indah. Saat aku mulai mengenal persahabatan yang tulus, indah, dan begitu damai.
Aku mempunyai sahabat-sahabat yang sangat kusayangi setiap detiknya, sudah seperti keluargaku sendiri. Yang pertama adalah Neidianta Syaqqira Zayndianita yang biasaku panggil Nei yang dalam arti Bahasa Jawa berarti memberi. Dan yang kedua adalah Octanadindania Amsa Rayanditta, yang biasa kupanggil Dinda dengan tekanan suara didalam kerongkongan saat mengucapkannya. Itu terdengar menjadi suara memanggil yang menggoda.

Persahabatan itu dimulai saat kami mendaftar di sekolah yang sama tentunya, dan mulailah kami mengukir lembar demi lembar secarik kertas persahabatan kami. Tak terbayangkan bila semua ini terajut dengan begitu rapi nan indah.
Hampir selalu bersama, kami pergi menantang petualangan yang jauh dari tantangan berbahaya. Itulah uniknya persahabatan kami, persahabatan yang sederhana. Persahabatan yang tak menuntut kesempurnaan didalamnya, persahabatan yang apa adanya dan tiddak menutup-nutupi. Murni dan indah terusik bersama awan.
Senang, sedih, dan duka kami lalui bersama. Setiap terjal batu kerikil yang menghantam kami tetap tak akan runtuh. Itulah ikrar kami, tulus dari masing-masing hati yang indah itu. Yang menggambar setiap hatiku dengan kasih sayang yang lama kumerindu. Namun semua itu tergantikan karena tawa yang terurai seperti hujan lebat yang begitu saja turun membasahai bumu pertiwi. Kami tertawa lepas setiap harinya, entah namun semua itu sangat berarti bagiku. Takkan kulupakkan semua kenangan ini kelak.
Mereka yang menggantikan sosok orangtuaku yang sibuk dengan perkerjaan mereka masing-masing. Yang selalu menghiburku dikala aku kesusahan maupun bersedih. Seperti yang kutulis tadi, kami selalu berbagi cerita dan membantu sebisa mungkin untuk meringankan masalah itu. Sebesar apapun itu akan kami jalani dengan senyuman, walau senyum yang tak terpancar secerah embun pagi.
Kami sering sekali dipanggil NOAH, aku terkadang terheran bukan main. Kenapa mereka memanggil kami dengan sebutan group band papan atas Indonesia itu.
Setelah aku telusuri ternyata itu karena unsur nama kami. Yang pertama adalah Neidianta Syaqqira Zayndianita yang diambil huruf N nya. Dan yang kedua adalah Octanadindania Amsa Rayanditta yang dikutip huruf O dan A dari namanya. Dan yang terakhir adalah namaku yaitu Anandahirariyatta Hykari Shyendriana yang diambil huruf H. Jadilah kami disebut NOAH rasanya menggelitik perutku jika ku dengar itu, namun sungguh unik karena kami jadi lebih akrab karenanya.
Saking akrabnya aku dipanggil Yatta oleh NOAH itu, karena setiap aku merasa senang aku akan menari tarian Yatta-yattaku sambil berteriak Yatta. Aku pun tak mengerti kenapa itu menjadi kebiasaanku. Namun biarlah, itu sudah melekat dengan diriku.
Begitu indahnya NOAH terbentuk dan terukir dengan berlian yang begitu mahal. Yang membuat NOAH semakin mesra adalah sifat-sifat kami yang berbeda satu sama lain. Indahnya perbedaan yang menyatukan kami. Sering hal yang biasa menjadi luar biasa jika kami pikir kembalii dan diperbincangkan. Itu menjadi acsen tersendiri dalam kisah klasik disekolah tentang persahabatan kami ini.
Menang belum genap satu tahun kami ukir bersama persahabatan ini kami lengkapi, namun semua ini serasa sudah begitu lama kami berteman akrab. Sudah hal biasa jika kami saling menertawakan diri sendiri. Selalu ada topik yang membuat kami tertawa bersama.
Begitulah kami dipanggil tiga serangkai NOAH. Indahnya hidup ini dengan banyaknya sahabat yang melengkapi hidup kita. Tak banyak kata yang dapat kulikiskan tentang persahabatan kami yang begitu bermakna. Lebih mahal dari ribuah berlian, lebih indah dari hamparan wisata Eropa, dan lebih hangat dari sapaan sinar matahari pagi.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Pageviews

Time

Buku Tamu

Doctor Who Seal of Rassilon